“Apa yang harus saya lakukan?”
Pertanyaan ini sering kami jumpai saat mengisi materi dalam kesempatan yang berbeda-beda dan lazim muncul menjelang akhir acara. Konteksnya adalah penanya bingung langkah yang harus ia lakukan untuk mencapai tujuannya.
Kami seakan diberi dua pilihan jawaban: jawaban praktis tetapi normatif, atau jawaban teknis yang bisa jadi menyita waktu yang lama bahkan dianggap tidak menjawab sama sekali. Yang pertama umumnya berbunyi: “Mulai saja dulu“, disertai dukungan cerita pengalaman yang dijumpai. Yang kedua, biasanya kami lebih mengajak si penanya untuk menjelajahi dirinya dengan menanyakan kembali sejumlah pertanyaan.
Kita sering mendengar “setiap orang itu unik“, dan sebenarnya, makna jargon ini menjawab pertanyaan itu sendiri. Sedikit banyak, citra diri yang melekat dalam diri kita berkaitan dengan apa yang kita inginkan, apa yang mampu kita lakukan, serta sumber daya apa yang kita miliki. Citra diri ini sering disebut Sense of Self. Semakin kita mengenal diri, maka semakin kuat pula “sense” tersebut.
Seseorang dengan Sense of Self yang kuat akan cenderung menghadapi tantangan secara positif (Crane et al., 2018). Seseorang yang sebaliknya, cenderung memiliki rasa takut akan masa depan (Busted, 2020). Tindakan dan pilihan yang kita ambil selanjutnya adalah konsekuensinya. Mereka yang memiliki sense of self yang kurang kuat akan cenderung mendengarkan atau mengikuti faktor eksternal seperti kata orang lain, tren, figur tertentu (Ryan & Deci, 2008). Alhasil, tak jarang jadi bingung sendiri.
Tidak ada jalan pintas untuk mengenali diri sendiri. Proses mengenali diri sendiri adalah pembelajaran seumur hidup. Apapun tujuan yang ingin kita capai tidak akan lepas dari siapa diri kita. Apa yang bisa kita lakukan tidak lepas dari apa yang kita pahami dari diri kita sendiri.
“Kembali pada diri sendiri” memang jawaban klasik, tetapi esensinya tidak lekang dirayapi waktu. Kira-kira bagaimana dengan Anda?
